BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengalaman beberapa negara berkembang
khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri
yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan
ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini
terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh
negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi.
Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi
karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk
teknologi dan industri dari negara maju. Alasan umum yang digunakan oleh
negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri,
searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang menyebutkan
bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus
melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad
pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan
pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang
harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya
(resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang
dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan
hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai
industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan
pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, iptek dan teknologi
dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya
eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk
memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya
sehari-hari.
Gejala memanasnya bola bumi akibat efek
rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas
hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernya lapisan es di Kutub Utara
dan Selatan bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran
lingkungan karena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang.
Selain itu, terdapat juga indikasi yang
memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan pencemaran lingkungan akibat
banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan rumah tangga yang memperlihatkan
ketidak-perdulian terhadap lingkungan hidup. Akibat-akibat dari
ketidak-perdulian terhadap lingkungan ini tentu saja sangat merugikan manusia,
yang dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu,
masalah pencemaran lingkungan baik oleh
karena industri maupun konsumsi manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat
dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.
Pengertian dan persepsi yang berbeda
mengenai masalah lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak-harmonisan dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurang-tepatan
dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan
perusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan pemerintah.
Itikad penanganan dan pemecahan masalah
lingkungan telah ditunjukkan oleh pemerintah melalui Kantor Menteri Lingkungan Hidup
yang mempersyaratkan seluruh bentuk kegiatan industri harus memenuhi ketentuan
Amdal dan menata hasil buangan industri baik dalam bentuk padat, cair maupun
gas. Disamping itu, berbagai seruan dan ajakan telah disampaikan kepada
konsumen dan rumah tangga pengguna produk industri yang buangannya tidak dapat
diperbaharui ataupun didaur ulang.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah
diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana dampak limbah industri terhadap lingkungan hidup ?
2.
Bagaimana upaya-upaya penyelesaiannya dampak limbah industri terhadap
lingkungan hidup ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep-Konsep Untuk Memahami Masalah Lingkungan Dan Pencemaran Oleh
Industri
Seringkali
ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup,
karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup
adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya.
Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di
sebut ekologi. Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang
dengan semua benda, daya. keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas tersirat bahwa
makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan
hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain.
Dan, manusia sebagai makhluk yang paling
unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi
berbagai sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya
alam yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana
dapat digolongkan atas :
- Sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable natural resources)
- Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable natural resources)
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai
sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang
berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat
dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (2).
biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (3). sosial ekonomi
seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi dari elemen lingkungan yaitu
antara yang tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus
ekosistem, yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara
(material) dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses adaptasi dan
evolusi.
Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya,
maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh
macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, Soemarwoto (1991: 50-51)
mengkategorikan sifat lingkungan hidup atas dasar:
(1)
Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut
(2)
Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup tersebut
(3)
Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup
(4)
Faktor-faktor non-materiil, seperti cahaya dan kebisingan
Manusia berinteraksi dengan lingkungan
hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya,
membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan
lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada
lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang
ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan
mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kendaraan atau cerobong
industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di
lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan
paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu
lingkungan hidupnya.
Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap
orang yang mengartikan dan mempersepsikannya. Soemarwoto (1991: 53) secara
sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya
manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya
perolehan rezeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai.
Batasan ini terasa sempit, bila
dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak dikenali dan
dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar ultraviolet
atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk
hidup.
B.
Industri Dan Pencemaran Lingkungan
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan
hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan
sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan
agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Memang manusia memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural,
misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi
(daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas
ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat
dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil
resiko kerusakan lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan
dilakukan bertujuan agar manusia tetap "survival". Hakekatnya manusia
telah "survival" sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan
dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan,
teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan
manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi
kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu
menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka
kemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan
mengancam kelangsungan hidup manusia.
Dampak Industri dan Teknologi terhadap
Lingkungan
Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli dan
Smelser,1990 :14-20) mengisyaratkan tentang pentingnya inovasi dalam proses
pembangunan ekonomi di suatu negara. Dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan
baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi
dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah
yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia "survival"
yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi
industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya
peradaban manusia.. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon
dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup
manusia akibat memanasnya bumi akibat efek "rumah kaca".
Teknologi yang diandalkan sebagai
istrumen utama dalam "revolusi hijau" mampu meningkatkan hasil
pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat
suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga
menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu
loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan
kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti
tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis
aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis
untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata
CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan
justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozone di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara
tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya
dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan
pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai
jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Terlepas dari berbagai keberhasilan
pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri di Indonesia,
sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan
pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti
Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhokseumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan
hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara,
sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut
tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut,
Amsyari (1996:104), mencatat kerusakan lingkungan akibat industrialisasi di
beberapa kota di Indonesia, yaitu:
- Terjadinya penurunan kualitas air
permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
- Konsentrasi bahan pencemar yang
berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam,
pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
- Kelangkaan air tawar semakin terasa,
khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi
banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi
ekosistemnya yang telah rusak.
- Temperatur udara maksimal dan minimal
sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti
Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
- Terjadi peningkatan konsentrasi
pencemaran udara seperti CO, NO2r SO2, dan debu.
- Sumber daya alam yang dimiliki bangsa
Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batu bara yang
diperkirakan akan habis pada tahun 2020.
- Luas hutan Indonesia semakin sempit
akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana
kebakaran. Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin
menyempit dan mengalami pencemaran.
Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran lingkungan hidup,
secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau
proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai
peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut,
terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu : sumber perubahan oleh kegiatan
manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi
suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan
dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam
bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu,
Amsyari (1996: 102), mengelompokkan pencemaran alas dasar : a) bahan pencemar
yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya; b)
pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara,
air, tanah, makanan, dan sosial; c) pengelompokan menurut sifat sumber
menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.
Namun apapun klasifikasi dari pencemaran
lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat banyak dan
lingkungan hidupnya.
C.
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan Kesehatan
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan, pada pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan kesehatan adalah keadaan yang sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Adapun derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu :
- Faktor Lingkungan
- Faktor Perilaku
- Faktor Pelayanan Kesehatan
- Faktor Bawaan (Keturunan)
Dari keempat faktor tersebut, faktor
lingkungan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan
ketiga faktor yang lain.
Pada umumnya, bila manusia dan lingkungannya
berada dalam keadaan seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan sehat. Tetapi
karena sesuatu sebab sehingga keseimbangan ini terganggu atau mungkin tidak
dapat tercapai, maka dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan.
Keseimbangan tersebut sangat kompleks.
Dari lingkungan alaminya manusia mengambil makanan dan sumber daya lain yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan materinya, ke lingkungan alami pula manusia
membuang berbagai bahan buangan baik dari badannya maupun dari proses produksinya.
Proses pengambilan maupun pembuangan ini
bila tidak terkendali, menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang dapat
merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri, antara lain gangguan kesehatan,
gangguan kenyamanan, gangguan ekonomi dan sosial. Dalam hal tersebut diatas
yang perlu kita cermati adalah bahwa alam mempunyai daya dukung dan daya
tampung yang terbatas. Bila pengelolaannya tidak seimbang maka kelestarian
lingkungan juga akan terganggu.
Perilaku manusia yang tidak sehat, akan
memperburuk kondisi lingkungan dengan timbulnya “man made breeding places” bagi
kuman dan vektor penyakit maupun sumber pencemar yang dapat memajani manusia.
Selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, bertambahnya jumlah penduduk dengan mobilitas yang cepat, sangat
berpengaruh terhadap kebutuhan manusia yang tidak hanya kebutuhan dasar saja.
Dari kebutuhan dasar yang berupa makanan dan sandang sampai pada kebutuhan
materi sebagai hasil proses industri, memunculkan kecenderungan semakin
meningkatnya tempat / kegiatan yang juga menghasilkan limbah berupa bahan
berbahaya dan beracun bagi kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya.
Kondisi tersebut, bila tidak terkendali
akan menimbulkan masalah kesehatan yang semakin berat dan luas dengan semakin
tingginya angka kesakitan, baik karena penyakit infeksi maupun non infeksi
sebagai akibat dari pencemaran lingkungan oleh bahan-bahan yang tidak
diinginkan.
Beberapa tahun terakhir ini telah
terjadi transisi epidemiologik, yaitu bergesernya pola penyakit yang sebelumnya
didominasi oleh penyakit infeksi, pada saat ini penyakit non infeksi antara
lain hipertensi, jantung, diabetes melitus, gangguan fungsi ginjal, kanker,
lebih menonjol dibanding tahun-tahun sebelumnya.
D.
Limbah dan Masalahnya
Karena limbah dibuang ke lingkungan,
maka masalah yang ditimbulkannya merata dan menyebar di lingkungan yang luas.
Limbah gas terbawa angin dari satu tempat ke tempat lainnya. Limbah cair atau
padat yang dibuang ke sungai, dihanyutkan dari hulu sampai jauh ke hilir,
melampaui batas-batas wilayah akhirnya bermuara di laut atau danau, seolah-olah
laut atau danau menjadi tong sampah.
Limbah bermasalah antara lain berasal
dari kegiatan pemukiman, industri, pertanian, pertambangan dan rekreasi.
Limbah pemukiman selain berupa limbah
padat yaitu sampah rumah tangga, juga berupa tinja dan limbah cair yang
semuanya dapat mencemari lingkungan perairan. Air yang tercemar akan menjadi
sumber penyakit menular.
Limbah industri baik berupa gas, cair
maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3.
Kegiatan industri disamping bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghasilkan limbah sebagai
pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke
perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan
mengganggu kehidupan biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber
air tanah.
Limbah gas yang dibuang ke udara pada
umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang
tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx di udara dapat menyebabkan terjadinya
hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem
perairan, lahan pertanian dan hutan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri
kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai
sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Limbah pertanian yang paling utama ialah
pestisida dan pupuk. Walau pestisida digunakan untuk membunuh hama, ternyata
karena pemakaiannya yang tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja,
pestisida menjadi biosida–pembunuh kehidupan. Pestisida yang berlebihan
pemakaiannya, akhirnya mengkontaminasi sayuran dan buah-buahan yang dapat
menyebabkan keracunan konsumennya.
Pupuk sering dipakai berlebihan, sisanya
bila sampai di perairan dapat merangsang pertumbuhan gulma penyebab timbulnya
eutrofikasi. Pemakaian herbisida untuk mengatasi eutrofikasi menjadi penyebab
terkontaminasinya ikan, udang dan biota air lainnya.
Pertambangan memerlukan proses lanjutan
pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Misalnya proses di
pertambangan emas, memerlukan bahan air raksa atau mercury akan menghasilkan
limbah logam berat cair penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan
teratogenik.
Kegiatan sektor pariwisata menimbulkan
limbah melalui sarana transportasi, dengan limbah gas buang di udara, tumpahan
minyak dan oli di laut sebagai limbah perahu atau kapal motor di kawasan wisata
bahari.
E.
Toksikologi Lingkungan
Karena limbah industri pada umumnya
bersifat sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3), maka substansi atau zat
beracun di lingkungan yang sangat menjadi perhatian ialah yang bersumber pada
kegiatan manusia yang dibuang ke lingkungan sebagai limbah.
Karena kajian toksikologi adalah bahan
beracun, maka obyek toksikologi lingkungan ialah limbah kimia yang beracun,
umumnya termasuk kelompok limbah bahan berbahaya dan beracun (hazardous waste
and toxic chemical).
Sedangkan yang dimaksud dengan
toxicology lingkungan adalah pengetahuan yang mempelajari efek substansi toksik
(beracun) yang terdapat di lingkungan alam maupun lingkungan binaan;
mempelajari dampak atau resiko keberadaan substansi tersebut terhadap makhluk
hidup.
Didalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor
18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang
dimaksud dengan B3 dapat diartikan “Semua bahan/senyawa baik padat, cair,
ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta
lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut”.
Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan
kimia dengan satu atau lebih karakteristik :
- mudah meledak
- mudah terbakar
- bersifat reaktif
- beracun
-
penyebab infeksi
- bersifat korosif.
Toksikologi lingkungan menjadi sangat
penting, karena kenyataannya adalah bahwa yang paling merasakan dampak suatu
kegiatan adalah manusia, bagian dari makhluk hidup.
Kata racun (toksin, toksikan) memang
berhubungan dengan sistem kehidupan; sistem biologi. Toksisitas suatu bahan
kimia ditentukan dengan LD 50 atau LC 50, yaitu dosis atau konsentrasi suatu
bahan uji yang menimbulkan kematian 50 % hewan uji.
Pada manusia, sasaran toksikan
pertama-tama adalah saluran pencernaan. Toksikan yang masuk melalui makanan
pertama kali di dalam mulut akan diabsorbsi atau mengkontaminasi kelenjar ludah
(saliva) yang kemudian dapat meracuni alat-alat pencernaan, dan selanjutnya
menyebar ke organ vital lainnya.
Limbah B3 dari kegiatan industri yang
terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak
itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang
terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah menggandakan
(biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang tercemar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari
penelitian diatas, sebagai berikut :
1.
Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif
bagi lingkungan hidup manusia.
2.
Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup,
sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan
ketentraman hidup manusia.
3.
Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya
lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan
tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup.
4.
Kemauan untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan
hidup merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang
hakekat dirinya sebagai warga dunia.
B.
Saran
Limbah industri harus ditangani dengan
baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri.
Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh.
Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan
dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran,
melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan
limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak
meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu
perlu dilakukan penelitian atau kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak
limbah industri yang spesifik (sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan
serta mencari metode atau teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya.
Saran yang dapat disampaikan untuk semua
pihak agar proses industrialisasi tidak lantas menjadi penyebab kerusakan
lingkungan adalah :
Sebaiknya dalam mengeksploitasi sumber
daya alam dan lingkungan yang dilakukan oleh dunia industri tidak hanya
bertujuan meningkatkan keuntungan ekonomi semata, harus pula diiringi dengan
kemauan untuk menyisihkan biaya bagi penelitian dan pemeliharaan lingkungan
hidup.
Perlu dilibatkan masyarakat dalam
pengawasan pengolahan limbah buangan industri agar lebih intens dalam menjaga mutu
lingkungan hidup.
Upaya untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan adalah upaya promotif, preventif, pengobatan dan pemulihan;
dengan menitik beratkan pada upaya promotif dan preventif. Filosofi kesehatan
yang menyatakan bahwa mencegah lebih mudah dan murah dari pengobatan, sebaiknya
dapat menjadi rujukan.
Limbah B3 sebelum dibuang ke media
lingkungan seharusnya diolah / ditreatment lebih dulu.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai
peraturan yang berhubungan dengan masalah lingkungan hidup, antara lain yang
mengatur bahwa limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan (misal : industri)
yang dibuang ke lingkungan (udara dan perairan) harus sesuai dengan baku mutu
lingkungan baik itu baku mutu untuk udara maupun baku mutu untuk air.
Maksud dan tujuan peraturan tersebut
adalah sebagai upaya pencegahan agar daya dukung lingkungan dan daya tampung
lingkungan untuk kelangsungan hidup manusia dapat dipertahankan. Biaya yang
dikeluarkan dari pada untuk pengobatan atau pemulihan kesehatan lebih baik
untuk menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan agar manusia dapat tetap
produktif dan dapat menikmati hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Slamet Ryadi. Kesehatan Lingkungan.
Karya Anda. Surabaya, 1984.
Shalahuddin Djalal Tanjung. Toksikologi
Lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,
2002.
www.google.co.id/pengaruh_industri_terhadap_lingkungan_hidup.
Diakses Pebruari 2008.