Jumat, 14 Juli 2017

KERUSAKAN LINGKUNGAN KAWASAN INDUSTRI KARENA LIMBAH PABRIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju. Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang menyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan karena penggunaan energi dan berbagai  bahan kimia secara tidak seimbang.
Selain itu, terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan rumah tangga yang memperlihatkan ketidak-perdulian terhadap lingkungan hidup. Akibat-akibat dari ketidak-perdulian terhadap lingkungan ini tentu saja sangat merugikan manusia, yang dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, masalah  pencemaran lingkungan baik oleh karena industri maupun konsumsi manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.
Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak-harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurang-tepatan dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan pemerintah.
Itikad penanganan dan pemecahan masalah lingkungan telah ditunjukkan oleh pemerintah melalui Kantor Menteri Lingkungan Hidup yang mempersyaratkan seluruh bentuk kegiatan industri harus memenuhi ketentuan Amdal dan menata hasil buangan industri baik dalam bentuk padat, cair maupun gas. Disamping itu, berbagai seruan dan ajakan telah disampaikan kepada konsumen dan rumah tangga pengguna produk industri yang buangannya tidak dapat diperbaharui ataupun didaur ulang.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana dampak limbah industri terhadap lingkungan hidup ?
2.      Bagaimana upaya-upaya penyelesaiannya dampak limbah industri terhadap lingkungan hidup ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep-Konsep Untuk Memahami Masalah Lingkungan Dan Pencemaran Oleh Industri
Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi. Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya. keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain.
Dan, manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya alam yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
-          Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources)
-          Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural resources)
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (2). biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (3). sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi.
Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, Soemarwoto (1991: 50-51) mengkategorikan sifat lingkungan hidup atas dasar:
(1)   Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut
(2)   Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup tersebut
(3)   Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup
(4)   Faktor-faktor non-materiil, seperti cahaya dan kebisingan
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kendaraan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya.
Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan mempersepsikannya. Soemarwoto (1991: 53) secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rezeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai.
Batasan ini terasa sempit, bila dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak dikenali dan dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar ultraviolet atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.

B.     Industri Dan Pencemaran Lingkungan
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Memang manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap "survival". Hakekatnya manusia telah "survival" sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.


Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli dan Smelser,1990 :14-20) mengisyaratkan tentang pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara. Dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia "survival" yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia.. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek "rumah kaca".
Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam "revolusi hijau" mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozone di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhokseumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Amsyari (1996:104), mencatat kerusakan lingkungan akibat industrialisasi di beberapa kota di Indonesia, yaitu:
-          Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
-          Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
-          Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
-          Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
-          Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r SO2, dan debu.
-          Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batu bara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020.
-          Luas hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran. Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin menyempit dan mengalami pencemaran.

Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu : sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (1996: 102), mengelompokkan pencemaran alas dasar : a) bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya; b) pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial; c) pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.
Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.

C.    Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan Kesehatan
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan yang sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Adapun derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu :
-          Faktor Lingkungan
-          Faktor Perilaku
-          Faktor Pelayanan Kesehatan
-          Faktor Bawaan (Keturunan)
Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan ketiga faktor yang lain.
Pada umumnya, bila manusia dan lingkungannya berada dalam keadaan seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan sehat. Tetapi karena sesuatu sebab sehingga keseimbangan ini terganggu atau mungkin tidak dapat tercapai, maka dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan.
Keseimbangan tersebut sangat kompleks. Dari lingkungan alaminya manusia mengambil makanan dan sumber daya lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan materinya, ke lingkungan alami pula manusia membuang berbagai bahan buangan baik dari badannya maupun dari proses produksinya.
Proses pengambilan maupun pembuangan ini bila tidak terkendali, menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang dapat merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri, antara lain gangguan kesehatan, gangguan kenyamanan, gangguan ekonomi dan sosial. Dalam hal tersebut diatas yang perlu kita cermati adalah bahwa alam mempunyai daya dukung dan daya tampung yang terbatas. Bila pengelolaannya tidak seimbang maka kelestarian lingkungan juga akan terganggu.
Perilaku manusia yang tidak sehat, akan memperburuk kondisi lingkungan dengan timbulnya “man made breeding places” bagi kuman dan vektor penyakit maupun sumber pencemar yang dapat memajani manusia.
Selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bertambahnya jumlah penduduk dengan mobilitas yang cepat, sangat berpengaruh terhadap kebutuhan manusia yang tidak hanya kebutuhan dasar saja. Dari kebutuhan dasar yang berupa makanan dan sandang sampai pada kebutuhan materi sebagai hasil proses industri, memunculkan kecenderungan semakin meningkatnya tempat / kegiatan yang juga menghasilkan limbah berupa bahan berbahaya dan beracun bagi kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya.
Kondisi tersebut, bila tidak terkendali akan menimbulkan masalah kesehatan yang semakin berat dan luas dengan semakin tingginya angka kesakitan, baik karena penyakit infeksi maupun non infeksi sebagai akibat dari pencemaran lingkungan oleh bahan-bahan yang tidak diinginkan.
Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi transisi epidemiologik, yaitu bergesernya pola penyakit yang sebelumnya didominasi oleh penyakit infeksi, pada saat ini penyakit non infeksi antara lain hipertensi, jantung, diabetes melitus, gangguan fungsi ginjal, kanker, lebih menonjol dibanding tahun-tahun sebelumnya.

D.    Limbah dan Masalahnya
Karena limbah dibuang ke lingkungan, maka masalah yang ditimbulkannya merata dan menyebar di lingkungan yang luas. Limbah gas terbawa angin dari satu tempat ke tempat lainnya. Limbah cair atau padat yang dibuang ke sungai, dihanyutkan dari hulu sampai jauh ke hilir, melampaui batas-batas wilayah akhirnya bermuara di laut atau danau, seolah-olah laut atau danau menjadi tong sampah.
Limbah bermasalah antara lain berasal dari kegiatan pemukiman, industri, pertanian, pertambangan dan rekreasi.
Limbah pemukiman selain berupa limbah padat yaitu sampah rumah tangga, juga berupa tinja dan limbah cair yang semuanya dapat mencemari lingkungan perairan. Air yang tercemar akan menjadi sumber penyakit menular.
Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3.
Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah.
Limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Limbah pertanian yang paling utama ialah pestisida dan pupuk. Walau pestisida digunakan untuk membunuh hama, ternyata karena pemakaiannya yang tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja, pestisida menjadi biosida–pembunuh kehidupan. Pestisida yang berlebihan pemakaiannya, akhirnya mengkontaminasi sayuran dan buah-buahan yang dapat menyebabkan keracunan konsumennya.
Pupuk sering dipakai berlebihan, sisanya bila sampai di perairan dapat merangsang pertumbuhan gulma penyebab timbulnya eutrofikasi. Pemakaian herbisida untuk mengatasi eutrofikasi menjadi penyebab terkontaminasinya ikan, udang dan biota air lainnya.
Pertambangan memerlukan proses lanjutan pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Misalnya proses di pertambangan emas, memerlukan bahan air raksa atau mercury akan menghasilkan limbah logam berat cair penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik.
Kegiatan sektor pariwisata menimbulkan limbah melalui sarana transportasi, dengan limbah gas buang di udara, tumpahan minyak dan oli di laut sebagai limbah perahu atau kapal motor di kawasan wisata bahari.

E.     Toksikologi Lingkungan
Karena limbah industri pada umumnya bersifat sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3), maka substansi atau zat beracun di lingkungan yang sangat menjadi perhatian ialah yang bersumber pada kegiatan manusia yang dibuang ke lingkungan sebagai limbah.
Karena kajian toksikologi adalah bahan beracun, maka obyek toksikologi lingkungan ialah limbah kimia yang beracun, umumnya termasuk kelompok limbah bahan berbahaya dan beracun (hazardous waste and toxic chemical).
Sedangkan yang dimaksud dengan toxicology lingkungan adalah pengetahuan yang mempelajari efek substansi toksik (beracun) yang terdapat di lingkungan alam maupun lingkungan binaan; mempelajari dampak atau resiko keberadaan substansi tersebut terhadap makhluk hidup.
Didalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang dimaksud dengan B3 dapat diartikan “Semua bahan/senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut”.
Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik :
-          mudah meledak
-          mudah terbakar
-          bersifat reaktif
-          beracun
-          penyebab infeksi
-          bersifat korosif.
Toksikologi lingkungan menjadi sangat penting, karena kenyataannya adalah bahwa yang paling merasakan dampak suatu kegiatan adalah manusia, bagian dari makhluk hidup.
Kata racun (toksin, toksikan) memang berhubungan dengan sistem kehidupan; sistem biologi. Toksisitas suatu bahan kimia ditentukan dengan LD 50 atau LC 50, yaitu dosis atau konsentrasi suatu bahan uji yang menimbulkan kematian 50 % hewan uji.
Pada manusia, sasaran toksikan pertama-tama adalah saluran pencernaan. Toksikan yang masuk melalui makanan pertama kali di dalam mulut akan diabsorbsi atau mengkontaminasi kelenjar ludah (saliva) yang kemudian dapat meracuni alat-alat pencernaan, dan selanjutnya menyebar ke organ vital lainnya.
Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang tercemar.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian diatas, sebagai berikut :
1.        Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
2.        Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
3.        Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup.
4.        Kemauan untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga dunia.

B.     Saran
Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak limbah industri yang spesifik (sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan serta mencari metode atau teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya.
Saran yang dapat disampaikan untuk semua pihak agar proses industrialisasi tidak lantas menjadi penyebab kerusakan lingkungan adalah :
Sebaiknya dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan oleh dunia industri tidak hanya bertujuan meningkatkan keuntungan ekonomi semata, harus pula diiringi dengan kemauan untuk menyisihkan biaya bagi penelitian dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Perlu dilibatkan masyarakat dalam pengawasan pengolahan limbah buangan industri agar lebih intens dalam menjaga mutu lingkungan hidup.
Upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan adalah upaya promotif, preventif, pengobatan dan pemulihan; dengan menitik beratkan pada upaya promotif dan preventif. Filosofi kesehatan yang menyatakan bahwa mencegah lebih mudah dan murah dari pengobatan, sebaiknya dapat menjadi rujukan.
Limbah B3 sebelum dibuang ke media lingkungan seharusnya diolah / ditreatment lebih dulu.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan masalah lingkungan hidup, antara lain yang mengatur bahwa limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan (misal : industri) yang dibuang ke lingkungan (udara dan perairan) harus sesuai dengan baku mutu lingkungan baik itu baku mutu untuk udara maupun baku mutu untuk air.
Maksud dan tujuan peraturan tersebut adalah sebagai upaya pencegahan agar daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan untuk kelangsungan hidup manusia dapat dipertahankan. Biaya yang dikeluarkan dari pada untuk pengobatan atau pemulihan kesehatan lebih baik untuk menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan agar manusia dapat tetap produktif dan dapat menikmati hidupnya.


DAFTAR PUSTAKA
Slamet Ryadi. Kesehatan Lingkungan. Karya Anda. Surabaya, 1984.
Shalahuddin Djalal Tanjung. Toksikologi Lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, 2002.

www.google.co.id/pengaruh_industri_terhadap_lingkungan_hidup. Diakses Pebruari 2008.

Senin, 13 Juni 2016

Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights)

Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. 

Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
1.    Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)
2.    Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu : Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.(Pasal 1 Ayat 1).
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu. (Pasal 1 Ayat 2) Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negera Republik Indonesiakepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (Pasal 1 Ayat 6).

Contoh Kasus Hak Desain Industri :


Salah satu contoh kasus yang terjadi, yaitu desain kanal pintu besi lipat dan daun pintu besi lipat dikalangan distributor besi ataupun pengusaha bengkel folding gate. Dimana Jusman Husein selaku tergugat pada tingkat Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mendaftarkan desain industri berupa kanal pintu besi lipat dan daun pintu besi lipat sebagai hasil desainnya dan mendapatkan hak eksklusif melalui permohonan pendaftaran hak desain industrinya, yaitu sertifikat desain industri kanal pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 010 726-D dan No. ID 0 010746-D serta daun pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 0 10 735-D dan No.ID 0 010 723-D.
Tody selaku penggugat mendalilkan bahwa bahan terpenting untuk pembuatan folding gate adalah secara umum telah dikenal dan menjadi milik umum (Public Domain) dan memiliki kesamaan dengan desain industri yang diperdagangkan oleh penggugat maupun pihak lain baik dari segi konfigurasi maupun bentuknya. Dalam hal ini Tody berkeyakinan bahwa Jusman Husein dengan itikad tidak baik (Bad Faith) sengaja mendaftarkan seluruh objek sengketa desain industri tersebut.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan membatalkan desain industri milik Jusman Husein. Pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga dalam memutuskan perkara adalah tidak adanya unsur kebaruan sesuai ketentuan dalam pasal 2 Undang – Undang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000. Desain industri milik Jusman Husein tidak memiliki perbedaan dalam bentuk dan konfigurasi secara signifikan dengan desain industri yang telah ada sebelumnya. Maka dalam Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan penggugat dalam hal ini Tody seluruhnya. Menyatakan batal atau membatalkan sertifikat desain industri kanal pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 010 726-D dan No. ID 0 010 746-D serta daun pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 0 10 725-D dan No. ID 0 010 723-D atas nama Jusman Husein (tergugat) adalah dilandasi itikad tidak baik (Bad Faith) karena tergugat mendaftarkan desain industrinya secara melawan hukum secara tidak layak serta tidak jujur. Pengadilan Niaga memutuskan membatalkan pendaftaran desain industri kanal pintu besi lipat terdaftar dengan sertifikat No. ID 010 726-D tanggal 11 Juli 2007, serta desain industri serta daun pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 0 010 725-D tanggal 27 Juni 2007 dan sertifikat dan No. ID 0 010 723-D tanggal 27 Juni 2007 atas nama Jusman Husen (tergugat) dari Daftar Umum Desain Industri, Direktorat Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Memerintahkan kepada Direktorat Desain Industri, Direktorat Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia selaku turut tergugat untuk menaati putusan ini dengan mencoret pendaftaran desain industri kanal pintu besi lipat terdaftar dengan sertifikat No. ID 010 726-D tanggal 11 Juli 2007. Sertifikat No. ID 0 010 746-D tanggal 11 Juli 2007, serta desain industri serta daun pintu besi lipat terdaftar dengan No. ID 0 010 725-D tanggal 27 Juni 2007 dan sertifikat dan No. ID 0 010 723-D tanggal 27 Juni 2007 atas nama Jusman Husen (tergugat) dari Daftar Umum Desain Industri dengan segala akibat hukumnya.
Kemudian dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 533K/Pdt.Sus/2008 Tanggal 25 September 2008 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/Desain Industri/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst Tanggal 19 Juni 2008 menyatakan bahwa Pengadilan Niaga telah benar dan tepat dalam memutuskan bahwa dalam perkara desain kanal pintu besi lipat dan daun pintu besi lipat, yang mana Jusman Husein sebagai pemohon kasasi sedangkan Tody sebagai termohon kasasi. Maka permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi Jusman Husein tersebut haruslah ditolak.
KESIMPULAN
Kasus pelanggaran desain industri yang terjadi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sikap dan pandangan masyarakat serta budaya hukum terutama para pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi berbeda budaya hukumnya. Pelaku ekonomi yang mempunyai sikap dan pandangan yang maju dan mempunyai budaya hokum (kesadaran hukumnya baik), sehingga tidak akan melakukan pelanggaran hukum. Di lain pihak bagi pelaku ekonomi yang budaya hukumnya kurang baik akan melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran terhadap desain industri selain dipengaruhi oleh pemahaman yang keliru juga dipengaruhi oleh budaya hukum masyarakat. Masyarakat tidak mempunyai budaya hukum sendiri. Dalam masyarakat hukum yang baru terkadang tidak diterima atau ditolak. Penolakan atau tidak menerima hukum berarti hokum tidak dilaksanakan, sehingga fungsi hukum tidak efektif, yang pada akhirnya kesadaran hukum masyarakat rendah,sehingga terjadi pelanggaran hukum.
Referensi:
http://becktycalista.blogdetik.com/2011/12/13/tentang-desain-industri-haki/
http://www.daftarhaki.com/desain-industri/
http://hendradwi21.blogspot.co.id/2015/06/contoh-kasus-hukum-industri.html

OPTIMALISASI SISTEM PENGOLAHAN LINGKUNGAN HIDUP TERPADU OLEH INDUSTRI BERKEMBANG (TEKSTIL)

Pengelolaan lingkungan hidup dalam perspektif historis, diawali dengan kesadaran akan masalah lingkungan hidup pada tahun 1960. strategi pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan didasarkan pada pendekatan daya dukung (carryingcapacityapproach). pendekatan yang berbasiskan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya ini ternyata sulit untuk diterapkan, karena terbukti terus menurunnya kondisi lingkungan hidup.

Berdasarkan konsep dasar, minimalisasi limbah cair industri tekstil adalah dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah atau volume limbah dengan konsentrasi dan beban pencemaran yang minimal, upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup melalui pendekatan peminimalan limbah, yakni dengan cara pengurangan limbah (recycling) pada hakikatnya adalah manifestasi komitmen yang berwujud nyata mencegah gangguan pencemaran lingkungan hidup dalam skala yang lebih besar dan mengancam kehidupan masyarakat.
Prinsip-prinsip pokok dalam sistem manajemen lingkungan hidup terpadu digambarkan oleh Elina Hasyim, sebagai berikut:
  1. Reduksi pada sumber dan pemanfaatan kembali adalah upaya mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan bakar, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku yang beracun dan berbahaya, disertai dengan pengolahan bahan baku dan housekeeping yang baik agar tidak menambah beban pencemaran.
  2. Pengolahan limbah dilakukan setelah limbah tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan, selanjutnya pembuangan limbah sisa pengolahan disesuaikan dengan persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah.
  3. Sistem manajemen lingkungan hidup terpadu harus disertai perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak di lingkungan industri.
  4. Industri yang melaksanakan sistem manajemen lingkungan hidup terpadu dapat dikategorikan sebagai industri yang telah menerapkan prinsip eco-eficiency yang merupakan bagian dari konsep ekologi industri, yakni tidak mengenal limbah.
  1. Pengendalian Pencemaran Limbah Industri Secara Terpadu
Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, bahwa cepat atau lambat mengganggu kehidupan masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara berkesinambungan. Oleh karena itu, upaya pengendalian pencemaran limbah industri tekstil ini secara terpadu diharapkan lebih membantu efektivitas pengendaliannya. Konsep pencemaran pengendalian limbah industri secara terpadu adalah merefleksikan keterpaduan  beberapa hal fundamental yang dipandang dapat mencegah pencemaran limbah industri.
Pendekatan terhadap perlindungan lingkungan hidup selama ini menurut Otto Soemarwoto adalah apa yang disebut dengan metode ujung pipa (end of pipe). Pendekatan ujung pipa ini menguntungkan , tetapi perusahaan mengeluarkan biaya lebih untuknya sampai mendapatkan keuntungan yang  lebih sebagai hasilnya. Surutnya keinginan kalangan industri untuk membangun fasilita  pengolahan limbah dipabriknya disebabkan karena besarnya biaya penyediaan fasilitas tersebut dan tentunya akan mengurangi profit marginnya.
Teknologi dan produksi bersih merupakan sebuah paradigma baru dalam melakukan pembangunan ekonomi melalui industri. Dalam paradigma baru ini bukan hanya masalah pengolahan dan pencegahan pencemaran limbah yang dipertimbangkan, tetapi sedini mungkin langkah-langkah produksi, penerapan dan pengembangan teknologi didasarkan atas upaya dalam meminimalisir limbah
Salah satu upaya dalam mengendalikan pencemaran limbah industri tekstil yaitu dengan membuat instalasi pengolahan air limbah sebagai langkah nyata industri untuk memperhatikan keberadaan lingkungan hidup dari pemcemaran limbah. Selain itu pemakaian bahan-bahan kimia harus kurangi.
Keterpaduan aspek dalam pengendalian limbah industri tekstil, selain penerapan teknologi dan produk bersih, dan pengolahan limbah adalah upaya minimasi (pengurangan) limbah secara terpadu oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil. Menurut Isminingsih Gitoparmodjo dan Wiwin Winiati, peminimalan limbah ini dapat dilakukan terhadap beberapa kegiatan kunci, antara lain:
  1. Pengurangan limbah (sourcereduction) melalui beberapa perubahan produk, pencegahan dan perencanaan yang cermat.
  2. Kontrol bahan (sourcecontrol) terhadap perubahan input bahan, perubahan teknologi dan pelaksanaan operasi yang baik.
  3. Kontrol terhadap kegiatan daur ulang (recycling) baik di dalam maupun di luar lokasi industri, seperti pemanfaatan dan penggunaan kembali (useandreuse), dan reklamasi (recovery) untuk mengembalikan bahan pembantu  dari limbah.
Benar bahwa kegiatan sektor industri tekstil tersebut pada satu sisi akan menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahtraan hidup masyarakat, trtapi pada sisi lain kegiatan sektor industri tekstil ini juga akan berdampak negatif pada lingkungan hidup.
  1. Pemanfaatan Konsep Ekologi Industri dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
            Persoalan lingkungan hidup dalam beberapa decade terakhir ini menurut kajian kalangan teoretisi semakin meluas, mulai dari polusi udara dan air, menuju pada masalah-masalah seperti penggundulan hutan dan pengikisan lapisan tanah, penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Fakta telah menunjukan bahwa tidak ada tempat di dunia yang tidak tercemar dan tidak ada industry manapun yang dapat terbebas dari tanggung jawab atas berbagai kerusakan lingkungan hidup yang terjadi.
            Pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dalam perspektif global, secara factual hamper terjadi pada Negara di berbagai belahan dunia. Deskirpsi terhadap kondisi realitas lingkungan hidup tersebut tidak berlebihan, karena kasus pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup akibat berbagai kegiatan industri termasuk yang terjadi di Indonesia. Indikasinya masih banyak industri yang membuang limbah cairnya secara sembarangan sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yang mengganggu kehidupan masyarakat.
            Komitmen perusahaan-perusahaan industri tekstil untuk memanfaatkan konsep ekologi industri dalam pengelolaan lingkungan hidupnya, merupakan upaya antisipatif menghadapi kemungkinan negatif yang mencuat ke permukaan dan mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemanfaatan konsep ekologi industri itu pada dasarnya adalah upaya mengurangi dampak- dampak lingkungan suatu ekologi karena kegiatan industri. Bahkan konsep ini beratribut sebagai suatu pendekatan yang mengintegrasikan aktivitas industry dalam system ekologi.
            Menurut pandangan Allenby, sebagaimana dikuti oleh Suma T. Djajaningrat dan Mella Famiola:
Ekologi indisutri berarti manusia dapat dengan bebas dan secara rasional mendekati dan memelihara apa yang diinginkannya sesuai kemampuannya, member keberlanjutan secara ekonomi budaya dan perubahan teknologi.
            Konsep ekologi industri tersebut mengandung makna bahwa suatu system industri jangan dipandang secara terpisahdari system yang ada di sekitarnya, tetapi sebaliknya haruslah menyatukan dengan system disekitarnya tersubut, dengan tujuan untuk menemukan cara untuk mengoptimalkan daur material dari material murni, produk akhir, komponen produk sampah hingga penjualan akhir. Faktor-faktor yang dioptimalkan tersebut terdiri dari sumber daya energy dan modal.
            Ekologi industri dalam konteks yang lebih dalam tidak lain adalah bagaimana mengatur atau mengelola aktivitas-aktivitas manusia berkelanjutan dengan cara mengintegrasikan system-sistem yang penting dalam system alam. Meminimalisasi penggunakaan energy dan material dan dampak-dampak aktivitas manusia terhadap kerussakan lingkungan hidup.
            Pemanfaatan konsep ekologi industry dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya pencegahan pencemaran limbah industry, pada prinsipnya berkaitan erat dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup yang dilaksanakan di Indonesia, karna tujuan ekologi industry adalah untuk memajukan dan melaksanakan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan, dengan menemukan antar kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
            Ada 3 prinsip kunci pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan ekologi industry sebagai berikut.
  1. Penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Ekologi industry mengembangkan prinsip untuk lebih mengutamakan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan mengurangi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
  1. Menjamin mutu atau kualitas hidup masyarakat sekitarnya. Kualitas hidup manusia tergantung kepada kualitas komponen lain dalam ekosistem, sehingga hal ini menjadi focus dalam konsep ekologi industry.
  1. Memelihara kelangsungan hidup ekologi system alam. Tantangan utama pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk mencapai keadilan antar generasi antar masyarakat.
Berdasarkan ketiga prinsip kunci pembangunan yang menjadi tujuan ekologi industry tersebut, semestinya mendorong perusahaan-perusahaan industry tekstil memperbaiki kualitas pengelolaan lingkungan hidup dan memperlihatkan komitemen yang serius untuk menjaga kualitas hidup masyarakat.
Karakteristik konsep ekologi industry adalah mengintegrasikan sistem-sistem penting dengan masalah alam, meminimalisasi penggunaan energi dan material dan meminimasi dampak-dampak aktivitas manusia terhadap kerusakan lingkungan hidup, selayaknya perusahaan-perusahaan menempatkan konsep fundamental terutama antisipasi terhadap kemungkinan pencemaran limbah industrinya.
Konsep ekologi industry secara teoritis lebih memperkuat beragam upaya perusahaan tekstil untuk mengurangi dampak yang ditimbulakn terhadap masyakarat. Hal tersebut dapat ditelaah dengan pendekatan yang digunakan dalam konsep ekologi industry yang mengintegrasikan aktivitas industri dalam sistem ekolgi sehingga tidak menimbulkan gangguan yang dapat berakibat buruk terhadap konsidi lingkungan hidup.
Beberapa perspektif konsep ekologi industri yang dikemukakan oleh Robert Scoolow dapat memperjelas ruang lingkup ekologi. Beberapa perspektif dalam ekologi industri, antara lain
  1. Ekologi industri berfokus pada tujuan kelanggengan hidup untuk jangka panjang daripada jangka pendek.
  2. Ekologi industri berfokus pada masalah-masalah yang bersifat local, nasional, regional dan global.
  3. Ekologi industri berfokus pada kasus-kasus yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang berhubungan dengan sistem alam.
  4. Ekologi industri muncul dengan tujuan untuk memahami dan memproteksi sistem alam dengan manusia.
  5. Ekologi industri menggunakan teknik sistem Mass-flow analysis.
  6. Ekologi industri memandang pelaku ekonomi sebagai pelaku sentral.
Salah satu perspektif ekologi industri yang memandang pelaku ekonomi, khususnya perusahaan swasta sebagai pelaku sentral dalam mengurangi dampak lingkungan hidup. Proteksi industri tekstil terhadap aktivitas pada tahapan proses atau pembuangan limbah sisa pengolahan merupakan salah satu persoalan esensial yang semestinya tetap menjadi konsentrasi yang berkelanjutan dalam menjalankan usahanya.
Proteksi industri tekstil terhadap pembuangan limbah sisa pengolahan, termasuk pula upaya yang berimplikasi positif karena komitmen industri untuk menjaga eksistensi masa depan lingkungan hidup secara tekniks dilakukan dengan cermat untuk mencegah dampak negative yang ditimbulakn akibat kecerobohan.
Pencemaran limbah industri menjadi salah satu problematika serius yang tetap dihadapi oleh industri tekstil. Oleh karena itu, pemanfaatan konsep ekologi industri dalam pengendalian pencemran limbah sekurang-kurangnya dapat membantu mencegahnya.
Menurut Suma T. Djajadiningrat dan Melia F, ekologi industri terbentuk karena direncanakan sehingga ekolgi industri ini dapat melibatkan kolaborasi atau merupakan habitat aktivitas industri limbah dan surplus energy yang dihasilkan dari suatu proses industri dapat dimanfaatkan juga oleh industri lain.
  1. Hambatan dalam Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil
Salah satu kebijakan pembangunan lingkungan hidup dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2004-2009, adalah meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan.
Kebijakan pembangunan lingkungan hidup itu cukup beralasan, karena berdampak pula pada eksistensi kelangsungan lingkungan hidup dalam jangka panjang. Oleh karena itu, upaya pengendalian dampak lingkungan semestinya menjadi perhatian serius pemerintah dan pelaku ekonomi khususnya perusahaan-perusahaan industri tekstil nasional, sehingga risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin dan upaya pengendaliannya untuk mencegah kondisi lingkungan hidup agar tidak mengkhawatirkan merupakan persoalan yang tetap diantisipasi dalam gerak maju pembangunan, khususnya pembangunan bidang industri.
Pembangunan bidang industri pada satu sisi dibutuhkan untuk menyediakan barang dan jasa bagi kehidupan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan dapat meningkatkan devisa negara melalui kegiatan ekspor, akan tetapi sisi lain pembangunan bidang indsutri juga melahirkan atau membawa konsekuensi serius berupa dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup. Khusus mengenai dampak pencemaran limbah industri tekstil yang pernah mencuat ke permukaan, antara lain kasus pencemaran sungai simalungun (Medan), sungai ciliwung (Tangerang), areal persawahan dan sungai cikijing (Kabupaten Bandung) dan kasus pencemaran lingkungan hidup lainnya.
Pencemaran lingkungan hidup akibat buang limbah industri tersebut menurut Wisnu Arya Wardhana, sangat merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung adalah dirasakan akibatnya secara cepat, sedangkan kerugian secara tidak langsung adalah lingkungan menjadi rusak. Sehingga daya dukung alam terhadap kelangsungan hidup manusia menjadi berkurang.
Upaya pencegahan pencemaran limbah industri dapat dilihat dari sisi bisnis menurut Suma T. Djajadiningrat, manfaat utama adalah perbaikan mutu lingkungan hidup sebagai akibat berkurangnya limbah dan bahan berbahaya dan beracun yang dibuang oleh perusahaan-perusahaan industri tersebut. Manfaat lainnya dapat meningkatkan daya saing dalam kegiatan usaha, menumbuhkan citra positif dimasyarakat, mengurangi tanggung jawab risiko terhadap pelanggaran hukum dan manfaat ekonomi karena pengurangan biaya pengolahan limbah. Beberapa manfaat yang dideskripsikan tersebut semestinya diterapkan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil, karena adanya nilai-nilai positif yang terkandung dalam manfaat pencegahan pencemaran limbah itu, namun bukan tanpa hambatan dalam implementasinya.
Hambatan-hambatan dalam mencegah pencemaran limbah industri tersebut, khususnya perusahaan-perusahaan swasta dalam aktivitasnya. Hambatan teknis pengusaha dalam merespons tuntutan untuk mencegah pencemaran limbah industri, misalnya bukan masalah yang mengagetkan pula dalam lingkup teknis pencemaran limbah industri ditanah air. Kasus-kasus pencemaran lingkungan akibat buang-an limbah industri, masalah kesadaran pengusaha ini dapat menghambat lemahnya upaya pencegahan pencemaran limbah industri secara internal dan eksternal, konsisten dan berkesinambungan untuk melindungi lingkungan hidup.
Faktor-faktor teknis lain yang menghambat pencegahan pencemaran limbah industri, belum tersedianya teknologi pencegahan dan sikap konversatif pengusaha untuk tidak mengubah pandangannya mengurangi limbah dalam proses produksi, melengkapi gambaran negatif pula upaya pencegahan pencemaran limbah industri. Faktor-faktor teknis ini dalam praktik tidak menutup kemungkinan dihadapi dan menghambat perusahaan-perusahaan industri tekstil mencegah pencemaran limbah industrinya.
Beberapa pimpinan perusahaan industri tekstil yang menjadi fokus penelitian, secara teknis operasional menghambat kinerja perusahaan industri secara rutin melakukan upaya pencegahan pencemaran limbah industrinya. Pimpinan perusahaan industri tekstil lainnya memandang, adanya terknologi berwujud teknologi bersih akan membantu mengurangi hambatan dalam pencegahan pencemaran limbah atau kekurangan yang sering dihadapi adalah minimnya tenaga-tenaga (SDM) yang terampil dalam aktivitas pengoperasian peralatan, menjadi hambatan yang tidak terelakkan dalam upaya pencegahan pencemaran limbah industri tekstil. Selain hambatan-hambatan teknis pencegahan peencemaran limbah tersebut, faktor terbatasnya kemampaun keuangan diduga dapat berimplikasi pada upaya mendukung operasionalisasi kegiatan, sehingga cepat atau lambat akan mengurangi biaya yang cukup untuk implementasi program-program yang telah disusun secara sistematis untuk mencegah pencemaran limbah industri dalam rutinitas kegiatannya.
Aspek teknis dan teknologis menurut Hanafi Pratomo, tidak ada buangan yang bisa di olah. Dengan kemampuan teknologi, semua limbah industri sudah tersedia konsep proses dan peralatannya. Namun, kesulitan yang timbul adalah pertimbangan aspek ekonomi yang menjadi hambatan, seperti masalah biaya dan teknis lainnya.
Masalah alokasi biaya untuk kepentingan mencegah pencemaran limah yang d lakukan oleh perusahaan industri tekstil, adalah salah satu hambatan yang mengganggu upaya melindungi ancaman pencemaran industri.
Masalah tersedianya biaya oprasional dalam rutinitas kegiatan pencegahan pencemaran limbah bagi perusahaan industri tekstil yang bersekala besar, yang menjadi hambatan serius dan mencemaskan, karna secara teknis dapat teratasi bergantung kepada komitmen dan kesadaran para pengambil keputusan di perusahaan industri tekstil bersangkutan.
Sebaiknya, perusahaan industri kecil dan menengah, tetap dihadapkan pada kemungkinan tebatasnya biaya pendukung operasionalisali kegiatan pencegahan pencemaran limbah di lapangan.
Deskripsi pada hambatan di bidang keuangan untuk mencegah pencemaran limbah industri tersebut, hampir dialami oleh perusahaan industri tekstil yang menjadi fokus penelitian. Seperti ungkapan salah satu pemimpin perusahaan industri tekstil, bahwa makin banyak tumbuh dan berkembangnya industri tekstil makin tinggi beban dan pencemaran. Faktor biaya rutin menjadi hambatan perusahaan dalam melakukan pencegahanpencemaran limbah industri.
Aspek penting untuk pencegahan pemcemaran limbah industri tekstil ialah, kebutuhan dana yang digunakan untuk melengkapi fasilitas pendukungnya , seperti pengadaan peralatan alat pengelola limbah, meningkatkan kualitas SDM untuk melakukan kegiatan proses pencegahan dll. Meskipun adanya hambatan keuangan masalah pencegahan pencemaran limbah industri tetap terlaksana sesuai kemampuan teknis perusahaan.
Hambatan teknis dan keuangan tidak berarti melumpuhkan aktifitas perusahaan industri melakukan upaya pencegahan pencemaran limbah. idelaisme untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam jangka panjang pada tataran implementasinya tetap menuntut keterlibatan dan peran aktif pelaku ekonomi, khususnya perusahaan industri tekstil.
Sikap proggresif dan impresif dapat di abstraksikan sebagai upaya strategis – preventif dan tindakan proatif di lapangan untuk berbuat maksimal melindungi lingkungan hidup dari limbah industri yang sulit di prediksi akan berakhir itu, dengan upaya nyata dan berdampak positif bagi keberlangsungan lingkungan hidup dan kehidupan masyarakat .
Kemampuan perusahaan industri tekstil mengaktualisasi beragam upaya seperti penerapan teknologi dan produk bersih, meminimalisasi limbah, meningkatkan kualitas pengolahan limbahnya, menyiapkan SDM, terampil, dan dana operasional dalam rutinitas kegiatannya, akan membantu kinerja pencegahan pencemaran limbah sehingga cepat atau lambat menumbuhkan respon positif terhadap komitmen dan kesadaran pelaku ekonomi tersebut dalam menciptakan lingkungan yang sehat.
CONTOH KASUS:
PT Galuh Cempaka bergerak dalam bidang pertambangan intan, PT tersebut membuang limbah industri ke aliran sungai yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat sekitar. Menurut data yang didapatkan dari siaran pers WALHI Kalimantan selatan, pencemarn yang dilakukan oleh PT. Galuh Cempaka tersebut mengakibatkan tingkat keasaaman air sungai mencapai ph 2,97. Hal ini sangat bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan, yaitu tingkat ph normal air sungai sebesar 6 hingga 9 ph. Selain itu efek dari penambangan tersebut mengancam ketahanan pangan dikota Banjarbaru. Lumbung padi kota banjarbaru terancam dengan aktivitas penambangan PT Galuh Cempaka. Dampak lingkungan ini juga menuruni fungsi sungai sebagai pengatur tata air, minimal pada tiga sungai di kelurahan palam. Penyebabnya tak lain pengelolaan tambang yang carut marut dimana perencanaan pertambangan tidak mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar dan terkesantambangarogan.
Setelah ditelusuri ternyata dokumen AMDAL yang dibuat PT Galuh Cempaka cacat hukum dan pada implementasinya juga tidak dijalankan. Dengan kata lain dokumen amdal hanya sebagai persyaratan administrasi belaka. Dampak langsung yang terjadi adalah penurunan kualitas air yang menyebabkan rusaknya fungsi biologis. Hal ini terlihat dari ikan-ikan yang mati, tidak mengalirnya air secara normal bahkan dua sungai tidak berfungsi. Belum lagi genangan air banjir yang mengakibatkan terendamnya ribuan hektare sawah masyarakat yang berakibat pada keterlambatan panen untuk musim tanam. Jika hal ini terus dibiarkan dapat mengakibatkan penurunan kualitas air yang akan mengancam kepunahan biota air. Sungai yang tidak berfungsi sebagai pengatur tata air akan mengakibatkan krisis yang lebih jauh dan berdampak besar berupa krisis ketahanan pangan yang dapat mengakibatkan krisis ekonomi. Masalah ini dianggap sebagai kejahatan korporasi lingkungan karena sudah jelas melanggar UU yang telah ditatapkan, yaitu UU No 23 Tahun 1997, Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab VI Pasal 20 ayat 1 “Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
Kejahatan lingkungan adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok atau Badan hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan. Dalam kacamata krimonologi, kejahatan lingkungan memiliki perbedaan dengan kejahatan konvensional. Ciri utama dari kejahatan ini adalah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (korporasi) dalam menjalankan usahanya.
Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan PT Galuh Cempaka seakan menjadi benalu yang menguras sumber kekayaan alam, dan sekaigus memberikan dampak kerusakan bagi lingkungan yang akhirnya akan memberikan kerugian yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di Indonesia.
Analisa dan Solusinya
Seharusnya untuk menangani permasalahan ini peran pemerintah sangat dibutuhkan karena dalam karakteristik kejahatan korporasi, pembuktian apakah suatu perusahaan melakukan kejahatan atau tidak, hanya bisa dilakukan oleh pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu sosialisasi tentang kejahatan korporasi akan lebih baik apabila ada inisiatif dari pemerintah untuk mengadakan peningkatan pengenalan mengenai kejahatan-kejahatan seperti apa saja yang bisa dikatakan sebagai kejahatan korporasi.
Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan oleh sebuah korporasi bernama Galuh cempaka. Dampak yang diakibatkan adanya perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat. Hal seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan. Dalam kasus ini ditemukan beberapa pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum pidana (KUHP) dan hukum perdata (KUHPer).
Terkait dengan PT Galuh Cempaka, menurut organisasi non pemerintah yang fokus pada persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan korporasi yaitu sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan orang byk. Perbaikan sistem pengolahan air limbah (sispal) yang dilakukan PT Galuh Cempaka adalah suatu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.
Sanksi dapat dijatuhkan kepada perorangan yaitu setiap orang yang memberi perintah maupun yang melaksanakan perintah, dalam kejadian ini, korporasi dapat juga dijadikan tersangka sesuai dalam pasal 45 dan pasal 46 UUNo.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, dan didalam RUU KUHP paragraph 7 tentang korporasi yang dimulai dari pasal 44-49.
Melihat polanya maka dalam pandangan diatas, kejahatan ini bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri. Kesalahan dalam pengurusan yang telah berlangsung lama menjadi salah satu faktor utama pendorong terjadinya kejahatan tersebut termasuk regulasi yang mengaturnya. Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang berimplikasi pada semakin tingginya tingkat kejahatan tersebut. Parahnya oknum aparat penegak hukum juga menjadi bagian dari praktek atau modus bagaimana kejahatan ini berlangsung dan dilakukan terus menerus.
Di Indonesia adalah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah undang-undang nomor 23 thun 1997 tentang lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu : dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Psaal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang jalan. Dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 20 UU No,31/1999 tentang tindak pidana korupsi dan UU No.31/2004 tentang perikanan kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada korporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999tentang tindak pidana korupsi.
Penting untuk melakukan upaya rehabilitasi dari kerusakan lingkungan yang terjadi. Sehingga kasus ini juga bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melindungi warga Negara dan kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan hidupnya. Eksploitasi dan eksplorasi telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No.23 tahun 1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga pasal 45 undang-undang tersebut. Dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwasannya bumi. Air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai  oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Masalah ini tidak akan pernah selesai tanpa ada inisiatif dari kita semua untuk menanggulanginya. Sebagai individu ataupun masyarakat, kita juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan kita. Lebih baik kita siaga sejak dini daripada baru akan menyadarinya saat berbagai masalah yang baru muncul akibat pencemaran lingkungan. Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah seperti ini harus ditangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan korporasi tersangka sangat sulit ditangkap ataupun dikenali. Sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab social. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab social yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mementingkan yang namanya etika bisnis. Agar ketika dia menjalani bisnisnya, tidak merugikan pihak manapun, dan sebuah perusahaan harus mempunyai tempat pembuangan limbah sendiri. Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Untuk penanganan masalah lingkungan tersebut sebaiknya Bapedal segera turun tangan, jangan sampai berlarut-larut yang bisa berdampak pada sosial masyarakat. Pembangunan disamping dapat membawa kepada kehidupan yang lebih baik juga mengandung resiko karena dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk meminimalkan terjadinya pencemaran dan kerusakan tersebut perlu diupayakan adanya keseimbangan antara pembagunan dengan kelestarian lingkungan hidup, peningkatan kegiatan ekonomi melalui sektor industrialisasi tidak boleh merusak sektor lain. tidak berfungsi. Belum lagi genangan air banjir yang mengakibatkan terendamnya ribuan hektare sawah masyarakat yang berakibat pada keterlambatan panen untuk musim tanam. Jika hal ini terus dibiarkan dapat mengakibatkan penurunan kualitas air yang akan mengancam kepunahan biota air. Sungai yang tidak berfungsi sebagai pengatur tata air akan mengakibatkan krisis yang lebih jauh dan berdampak besar berupa krisis ketahanan pangan yang dapat mengakibatkan krisis ekonomi. Masalah ini dianggap sebagai kejahatan korporasi lingkungan karena sudah jelas melanggar UU yang telah ditatapkan, yaitu UU No 23 Tahun 1997, Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab VI Pasal 20 ayat 1 “Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
Kejahatan lingkungan adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok atau Badan hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan. Dalam kacamata krimonologi, kejahatan lingkungan memiliki perbedaan dengan kejahatan konvensional. Ciri utama dari kejahatan ini adalah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (korporasi) dalam menjalankan usahanya.
Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan PT Galuh Cempaka seakan menjadi benalu yang menguras sumber kekayaan alam, dan sekaigus memberikan dampak kerusakan bagi lingkungan yang akhirnya akan memberikan kerugian yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di Indonesia.
Solusinya
Menurut saya kenapa kasus tersebut bisa terjadi karena kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang mengadakan eksploitasi di bumi nusantara ini. Selain itu, pelaksanaan kententuan hukum yang berlaku terhadap pelaku kejahatan lingkungan terasa masih setengah-setengah. Pelaku kejahatan lingkungan tidak mendapatkan stigma masyarakat yang berat dan melekat. Karena apa yang dilakukan oeh pelaku kejahatan tidak memberikan dampak secara langsung melainkan secara lamban namun sangat fatal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang kejahatan lingkungan itu sendiri. Meskipun sudah jelas dicantumkan dalam UU tentang pelanggaran yang berkaitan dengan lingkungan, tetapi masih banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui tolak ukur untuk menentukan apakah suatu kejahatan masuk ke dalam kategori kejahatan lingkungan atau tidak. Masyarakat baru akan sadar ketika telah jatuh korban dan muncunya berbagai masalah yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan tersebut, seperti masalah penyakit kulit yang terjadi pada kasus PT Galuh Cempaka.
Seharusnya untuk menangani permasalahan ini peran pemerintah sangat dibutuhkan karena dalam karakteristik kejahatan korporasi, pembuktian apakah suatu perusahaan melakukan kejahatan atau tidak, hanya bisa dilakukan oleh pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu sosialisasi tentang kejahatan korporasi akan lebih baik apabila ada inisiatif dari pemerintah untuk mengadakan peningkatan pengenalan mengenai kejahatan-kejahatan seperti apa saja yang bisa dikatakan sebagai kejahatan korporasi.
Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan oleh sebuah korporasi bernama Galuh cempaka. Dampak yang diakibatkan adanya perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat. Hal seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan. Dalam kasus ini ditemukan beberapa pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum pidana (KUHP) dan hukum perdata (KUHPer).
Terkait dengan PT Galuh Cempaka, menurut organisasi non pemerintah yang fokus pada persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan korporasi yaitu sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan orang byk. Perbaikan sistem pengolahan air limbah (sispal) yang dilakukan PT Galuh Cempaka adalah suatu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.
Sanksi dapat dijatuhkan kepada perorangan yaitu setiap orang yang memberi perintah maupun yang melaksanakan perintah, dalam kejadian ini, korporasi dapat juga dijadikan tersangka sesuai dalam pasal 45 dan pasal 46 UUNo.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, dan didalam RUU KUHP paragraph 7 tentang korporasi yang dimulai dari pasal 44-49.
Melihat polanya maka dalam pandangan diatas, kejahatan ini bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri. Kesalahan dalam pengurusan yang telah berlangsung lama menjadi salah satu faktor utama pendorong terjadinya kejahatan tersebut termasuk regulasi yang mengaturnya. Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang berimplikasi pada semakin tingginya tingkat kejahatan tersebut. Parahnya oknum aparat penegak hukum juga menjadi bagian dari praktek atau modus bagaimana kejahatan ini berlangsung dan dilakukan terus menerus.
Di Indonesia adalah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah undang-undang nomor 23 thun 1997 tentang lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu : dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Psaal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang jalan. Dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 20 UU No,31/1999 tentang tindak pidana korupsi dan UU No.31/2004 tentang perikanan kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada korporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999tentang tindak pidana korupsi.
Penting untuk melakukan upaya rehabilitasi dari kerusakan lingkungan yang terjadi. Sehingga kasus ini juga bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melindungi warga Negara dan kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan hidupnya. Eksploitasi dan eksplorasi telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No.23 tahun 1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga pasal 45 undang-undang tersebut. Dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwasannya bumi. Air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai  oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Masalah ini tidak akan pernah selesai tanpa ada inisiatif dari kita semua untuk menanggulanginya. Sebagai individu ataupun masyarakat, kita juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan kita. Lebih baik kita siaga sejak dini daripada baru akan menyadarinya saat berbagai masalah yang baru muncul akibat pencemaran lingkungan. Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah seperti ini harus ditangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan korporasi tersangka sangat sulit ditangkap ataupun dikenali. Sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab social. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab social yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mementingkan yang namanya etika bisnis. Agar ketika dia menjalani bisnisnya, tidak merugikan pihak manapun, dan sebuah perusahaan harus mempunyai tempat pembuangan limbah sendiri. Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Untuk penanganan masalah lingkungan tersebut sebaiknya Bapedal segera turun tangan, jangan sampai berlarut-larut yang bisa berdampak pada sosial masyarakat. Pembangunan disamping dapat membawa kepada kehidupan yang lebih baik juga mengandung resiko karena dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk meminimalkan terjadinya pencemaran dan kerusakan tersebut perlu diupayakan adanya keseimbangan antara pembagunan dengan kelestarian lingkungan hidup, peningkatan kegiatan ekonomi melalui sektor industrialisasi tidak boleh merusak sektor lain.