Rabu, 21 Oktober 2015

Contoh kasus Negara dan Warga Negara

Berikut merupakan contoh kasus warga negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing dan pandangfannya terhadap hukum cekidot J :

Ketika anak akhirnya diakui oleh Negara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Hamid Awaludin memberikan surat penetapan status kewarganegaraan Indonesia untuk Jean Edouard Leopold Mutia AlbertBernier yang baru berumur lima tahun dua bulan didampingi ibunya, Dewi Chyntia, warga Negara  indonesia. Jean merupakan anak dari perkawinan campur antara Bernier Pascal Louis Raymond Ghislain warga negara Belgia, dan Dewi Chyntia. Jean lahir di Belgia tanggal 1 Desember 2001. Dengan bekal paspor dari Belgia dan visa kunjungan sosial budaya, Jean dapat tinggal di Indonesia. Visa itu hanya berlaku 60 hari. Setelah itu harus diperpanjang di kantor imigrasi untuk periode tinggal satu bulan.
Setelah lima tahun, masa berlaku paspor pun habis. Untuk memperpanjang paspor melalui
KedutaanBesarBelgia di Jakarta diperlukan persetujuan atau surat dari Ghislain, ayah
Jean. Persoalannya, Ghislain tidak menyetujui dan tidak memberikan surat, tanda tangan,
atau apa pun namanya. Akibatnya, Jean akhirnya harus dideportasi.Bersama ibunya itu
terjadi karena masih diberlakukannya Undang-Undang Nomor 62 Tahun1958 tentang
Kewarganegaraan. Dengan undang-undang itu, anak dengan ayah warga negara asing
otomatis menjadi warga negara asing.

Wacana perubahan UU Kewarganegaraan yang pernah bergulir ibarat memberikan angin
segar bagi Dewi, termasuk ibu-ibu yang menghadapi persoalan serupa. Dengan
diberlakukannya UU No12/2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia. Syarat menjadi
warga negara menurut UU No12/2006 yakni akta lahir anak yang harus dilegalisasi dan
fotokopi paspor dari suami. Ketika sudah merasa tidak ada harapan lagi, dia pun menulis
surat kepada Menteri Hamid Awaludin, mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya.
Hamid menanggapi, Ia mengeluarkan surat penetapan kewarganegaraan Indonesia untuk
Jean.

PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.12/2006

Status kewarganegaraan di Indonesia adalah masalah yang memang sudah sering terjadi. Dalam kasus di atas kewarganegaraan Indonesia dapat hilang jika adanya perkawinan
campuran. Dalam UU No.12/2006 disebutkan hilangnya suatu kewarganegaraan dapat
disebabkan12 hal, salah satunya disebutkan perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hokum negara asal suaminya. Kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut. Jika dalam perkawinan tersebut terdapat kehadiran seorang anak maka anak tersebut akan berkewarganegaraan asing mengikuti ayahnya. Sebelum diberlakukannya UU No.12/2006 di Indonesia masih berlaku Undang-Undang Nomor 62 Tahun1958 tentang Kewarganegaraan tapi UU tersebut dianggap kurang efektif sehingga
wacana dalam UU tersebut diganti. Setelah diberlakukannya undang-undang tersebut
banyak pihak yang merasa beruntung karena akhirnya mereka memperoleh status kewarganegaraan Republik Indonesia salah satu contohnya adalah dalam kasus di atas.

KESIMPULAN

·         Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran. UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan status anak.

·         Perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan. Perkawinan campuran biasanya akan menimbulkan masalah baik sebelum menikah maupun setelah menikah, apalagi setelah nantinya mempunyai anak. Di Indonesia, Status kewarganegaraan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958. Dengan berjalannya waktu, Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia. Maka, pada tanggal 11 Juli 2006 DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 .

·         Undang-Undang No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI memberikan jaminan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran. Berdasarkan ketentuan tersebut menyatakan bahwa anak dari hasil perkawinan campuran mendapat hak untuk menentukan atau memilih kewarganegaraan. Hak tersebut diberikan jika telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah berusia 18 tahun.

·    Ketentuan yang mengatur untuk memilih kewarganegaraan kepada anak hasil perkawinan campuran diberikan hanya pada anak yang tercatat atau didaftarkan di Kantor Imigrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar